Quantcast
Channel: Cerita Omak Melalak
Viewing all articles
Browse latest Browse all 127

Di Radio, Aku Dengar Lagu Kesayanganku ....

$
0
0
           Siapa yang bisa lupa sama lagu Kugadaikan Cintaku alm Gombloh yang fenomenal itu? Kecuali anak milenial yang mungkin belum pernah dengar lagunya sama sekali yhaaa.

Cakap-cakap soal radio, sepertinya awak tak bisalah hidup tanpa radio. Waktu 37 radio swasta serentak mati (ditandai death tone) selama 15 menit pada tanggal 11 Desember, saya agak khawatir. Syukurlah setelah itu nyala lagi. Rupanya aksi radio mati ini semata-mata dalam rangka Radio Day campaign. Aksi #RadioGueMati semacam “alarm” apakah kita bisa hidup tanpa radio?

Di rumah nenek saya di Medan masih ada radio tua kayak gini

Reaksi netizen beragam. Ada yang langsung curcol kenangan bersama radio. Ada pulak yang bereaksi santai, “Tak masalah radio mati. Toh saya masih bisa putar Spotify, iTunnes, dan JOOX Music.” Well, I tell you something. Itu berarti engkau penikmat musik, bukan penikmat radio.

Radio jelas berbeda karena punya penyiar, aneka program, info lalin, kuis berhadiah, dll. Radio satu-satunya media yang BEBAS HOAX. Radio tak bisa diintervensi pemiliknya, meski pemiliknya punya kepentingan politik.
Di sisi lain, radio sifatnya personal sangat. Ada ikatan emosional antara pendengar dengan radio. Saya suka Gen FM, tapi klen belum tentu. Iya, kan? Radio ibarat teman dekat. Sendirian di tengah lalu lintas macet dan membosankan, terutama, kita berasa ada yang menemani.   

Saya punya banyak kenangan sama radio. Paling hobi dengarin radio yang suara penyiarnya renyah-renyah cemana gitu. Penyiar radio zaman dulu agak misterius, bukan macam penyiar radio zaman sekarang yang eksis di teve-teve. Kami jadi menebak-nebak wajah penyiar apakah semanis Rano Karno atau seganteng Robby Sugara. Kenyataannya, sebagian penyiar bersuara renyah itu udah bapak-bapak beranak dua haha. Kecele!  

Kembali ke aksi #RadioGueMati. Menurut Pak M. Rafiq, Ketua Umum PRSSNI DKI Jakarta, radio bukanlah media jadul. Radio bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman. Itulah sebabnya hingga kini radio masih dibutuhkan masyarakat. Terbukti #RadioGueMati langsung jadi trending topic di dunia maya dan impresinya hampir 40 juta. Satu lagi #RadioGueGakMati impresinya hampir 200 juta. Dahsyat!    

Terus, saya jadi penasaran. Sebenarnya, pendengar radio masih banyak tak? Benarkah radio mengalami senja kala seperti media cetak? Berdasarkan survei, penetrasi radio di Jakarta itu 37% artinya sekitar 37% penduduk di Jakarta masih mendengarkan radio. Lumayanlah, yo. Pendengar radio di Jakarta didominasi anak muda. Mereka pencinta musik, sport, cooking, kopi, dan snacking. Suprisingly, kita kalah sama Amerika Serikat. Penetrasi radio di sana sekitar 95%! Wow.

Apa yang dilakukan oleh kawan-kawan di Amerika sampai radio bisa meraih begitu banyak pendengar? Jawabannya: iklan, iklan, dan iklan. Di sana kita bisa melihat iklan radio di mana-mana. Pihak radio dan asosiasi yang beriklan. Sekarang ini radio menjadi tempat brand beriklan, tapi radio dan asosiasi malah “lupa” mengiklankan radio itu sendiri. Radio Day campaign Senin lalu bertujuan untuk mengajak semua stakeholders ikut memikirkan kemajuan industri radio. Stakeholders ini antara lain pemerintah, brand, dan pendengar.

Press conference Radio Day di AYANA Midplaza, Jakarta (11/12)

Fyi, industri radio berawal dari hobi, berbeda sama industri televisi, misalnya. Itulah sebabnya pengelolaan industri radio lebih unik. Seyogianya pengelolaan industri radio bisa lebih profesional, bukan sekadar hobi. 

Bicara soal iklan, penghasilan radio salah satunya dari iklan. Dari tahun-tahun, “kue iklan” yang diterima radio kecil luar biasa, yakni sekitar 1%. Porsi besar udah dihabiskan oleh media lain seperti media cetak dan media online. Sekarang sedang diupayakan cemana caranya supaya “kue iklan” radio bertambah besar dan tim di dalamnya menjadi sejahtera. Pemilik brand mungkin sebaiknya tidak “over excited” beriklan di media digital. Keberhasilan promosi bukan dari beriklan di satu media aja, melainkan mix media.

SHELL OIL adalah contoh brand yang paling banyak beriklan di radio. Apakah dengan beriklan di radio, performa bisnis SHELL tambah bagus? SHELL cocok diiklankan di radio karena sesuai dengan target pendengarnya, pengendara mobil yang menjadi pendengar setia radio setiap hari. Performa bisnis dari brand awareness sampai brand preferences naik cukup signifikan.    

Konferensi pers Radio Day juga dihadiri oleh artis dan produser film, Wulan Guritno. Wulan selalu memanfaatkan radio untuk mempromosikan film-filmnya. Ada interaksi langsung dengan pendengar. Ini menyenangkan. Saya setuju sama pendapat Wulan bahwa radio tetap di hati, tak ada yang bisa menggantikan. Media digital pemain baru dan hanya menjadi pilihan tambahan.

Penetrasi radio 5–7 tahun lalu sekitar 70% dan sekarang turun jadi 37%. Semoga tak semakin turun. Ih, sedih kali awak. Jangan sampai radio punah selama-lamanya. Nanti kita cuma bisa mendongeng ke anak cucu bahwa dahulu kala ada media yang kece berat bernama R-A-D-I-O. Yok, Kawan CM, kita setel lagi radio kita, yok! Dari ponsel atau laptop pun bisaaa. Di radio ... aku dengar ... lagu kesayanganku .... [] Haya Aliya Zaki



Viewing all articles
Browse latest Browse all 127

Trending Articles