“Kalau aku jalan-jalan ke Jakarta, Kakak bawa aku ke dokter kulit yang paling bagus, ya? Tengoklah jerawat aku ini tak sembuh-sembuh,” pinta adik cowo saya, memelas.
Saya membayangkan adik saya ngomong sambil mengelus-elus wajahnya yang penuh jerawat (lebih tepatnya bisul kecil-kecil). Mohon maaf karena berbagai pertimbangan, fotonya tidak saya tampilkan di sini ya, Kawan CM. Adik saya yang tinggal di Medan itu bukannya tak pernah ke dokter. Sudah dikasih obat jerawat, sembuh, kambuh, sembuh, kambuh, sembuh, kambuh. Alamak masak itu-itu aja kerjanya? Bolak-balik ke dokter? Bukannya dokternya tak bagus. Saya ditelepon mungkin karena adik menganggap saya pernah kuliah dengan bekgron kesehatan, maka saya lebih bisa menyampaikan keluhannya secara runtut kepada dokter. Mungkin juga karena ada faktor yang belum terungkap dari penyakit adik saya ini. *macam detektiiip aja* Mungkin juga karena dia lagi kumat manjanya sama kakaknya hag hag hag.
Ketika adik saya sampai di Jakarta, saya memenuhi janji menemaninya ke dokter kulit. Langsung saya ceritakan semua keluhan, yakni bisul kecil-kecil yang tumbuh tak berkesudahan di wajahnya.
“Dok, cemana kalau dia dites alergi?” tembak saya langsung.
“Nah, itu juga maksud saya,” sahut dokter, tersenyum.
Gayung bersambut, kami pun semangat. Adik saya dites dengan macam-macam alergen, mulai dari debu, cokelat, durian, sampai kecoa. Pokoknya alergennya buanyaaak. Dan, akhirnya adik saya divonis mengidap alergi debu dan beberapa macam makanan, terutama telur!
“Jadi, bukan cuma telur yang harus dihindari. Semua makanan berbahan telur juga harus dihindari,” saran dokter.
Seketika adik saya pun puyeng karena dia termasuk makhluk omnivora alias hobi pemakan segala.
***
Maka, topik seputar alergi (terutama pada 1000 hari pertama kehidupan) yang akan dibahas di acara Nutritalk (24/3) di Double Tree Hotel, Jakarta, langsung bikin saya kepo kiri kanan atas bawah depan belakang. Saya pengin risiko alergi pada adik tidak terulang pada anak-anak saya nanti. Acara Nutritalk yang rutin diselenggarakan Nutrisi untuk Bangsa - Sarihusada ini mendatangkan dua pakar mumpuni, yakni Prof. DR. Dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K), Mkes. (Konsultan Alergi Imunologi Anak FK Universitas Padjadjaran) dan DR. Dr. Rini Sekartini, SpA(K). (Konsultan Tumbuh Kembang Anak RSCM). MC dan moderatornya Lula Kamal, kembaran saya yang juga dokter.
Sebelum masuk, kami diajak main ke dua booth. Bukan booth sembarang booth. Di booth pertama, saya dikasih info tentang 1000 hari pertama kehidupan. Di booth kedua saya diminta menyebutkan riwayat alergi keluarga dan hasilnya ... risiko alergi anak-anak saya diperkirakan sekitar 30%. Duh, kirain kalau bapak ibunya enggak ada alergi, anaknya juga enggak bakal ada risiko alergian. Well, risiko itu tetap ada! Soalnya saya punya adik (saudara kandung) yang alergi. Saya juga dikasih info tentang gejala-gejala alergi. Gejalanya bukan cuma gatel-gatel di kulit. Jadi tambah enggak sabar pengin menyimak bincang-bincang dengan para doktor nanti.
Sebelum masuk, kami diajak main ke dua booth. Bukan booth sembarang booth. Di booth pertama, saya dikasih info tentang 1000 hari pertama kehidupan. Di booth kedua saya diminta menyebutkan riwayat alergi keluarga dan hasilnya ... risiko alergi anak-anak saya diperkirakan sekitar 30%. Duh, kirain kalau bapak ibunya enggak ada alergi, anaknya juga enggak bakal ada risiko alergian. Well, risiko itu tetap ada! Soalnya saya punya adik (saudara kandung) yang alergi. Saya juga dikasih info tentang gejala-gejala alergi. Gejalanya bukan cuma gatel-gatel di kulit. Jadi tambah enggak sabar pengin menyimak bincang-bincang dengan para doktor nanti.
1000 hari pertama kehidupan
Mungkin selama ini kita mikir yang namanya anak itu ya mini-nya orang dewasa. Untuk obat, dosis orang dewasa tinggal diparo 2, 3, dst. Padahal, tidak. Itulah sebabnya ada dokter spesialis anak. Mereka dibutuhkan bukan hanya saat anak sakit, melainkan untuk memantau kesehatan dan tumbuh kembang anak. Nah, cok kita cek dulu UU no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Di sana disebutkan defenisi anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dan, anak jelas bukan mini-nya orang dewasa!
Terus, kenapa pulak 1000 hari pertama kehidupan sangat penting? Fyi, kualitas seorang anak terutama dibangun dari 1000 hari pertama kehidupannya, yakni 9 bulan 10 hari dalam kandungan (270 hari) dan 2 tahun (730 hari). Percaya tak klen kalau 1000 hari pertama kehidupan menjadi penentu masa depan bangsa? Kenapa? Soalnya, pada masa janin sampai anak berusia 2 tahun inilah terjadi proses tumbuh kembang yang cepat nian, yang tidak terjadi pada kelompok usia lain. Contohnya, pertumbuhan otak. Sekitar 80% pertumbuhan otak anak terjadi pada 1000 hari pertama kehidupan.
Menurut DR. Rini, ranah perkembangan anak meliputi:
1. motorik kasar
- berjalan, berlari, dll.
2. motorik halus
- menggapai mainan, memungut barang di lantai, dll.
3. bahasa, dan
- mengerti perintah, menoleh ketika mendengar suara, mengucap “mama”, dll.
4. sosial-emosional-perilaku
- tersenyum, belajar buang air sendiri, dll.
Faktor yang berperan di dalamnya genetik, nutrisi, dan lingkungan. Sepakat kita ya mengingat semua ini, segala keluhan pada anak harus diketahui dan diantisipasi sejak dini, termasuk keluhan ALERGI.
Apa itu alergi?
Alergi merupakan reaksi berlebihan atau reaksi menyimpang yang terjadi ketika ada ZAT DARI LUAR (alergen) yang masuk ke tubuh. Biasanya alergi terjadi pada anak-anak yang memiliki “bakat alergi” (atopic). Bakat alergi didapat dari salah satu orangtua, kedua orangtua, atau saudara kandung orangtua.
Btw, kalau tiba-tiba Kawan CM asma karena ketahuan copas konten blog orang lain, itu namanya bukan alergi woooiii. Itu namanya stres. Soalnya sebelumnya tidak ada alergen yang masuk ke tubuh, kan. :p Alergen bisa berupa makanan, debu (yang dihirup), tungau, obat-obatan, dll.
Cara mengetahui persentase risiko alergi?
“Faktor genetik merupakan penyebab alergi pada anak. Persentase risiko bisa dicek dari riwayat alergi keluarga. Cek kulit dan tes darah bisa dilakukan, namun tidak semua tempat mendukung fasilitas ini,” papar DR. Budi.
Jika FAKTOR GENETIK dan FAKTOR LINGKUNGAN bertemu, keluarlah alergi. Jangan khawatir, jika faktor lingkungan tidak mendukung, bakat alerginya bakal berondok (ngumpet) aja, kok. Contohnya, anak yang bakat alergi udang tidak akan bentol-bentol kulitnya kalau tidak dikasih makan udang. Anak yang bakat asma tidak akan kumat asmanya kalau tidak kena debu, dst. Bisa dipahami, yes.
Apa aja gejala alergi?
Apa aja alergennya?
Seperti yang sudah saya sebutkan di atas, alergen bisa berupa makanan, debu, tungau, obat-obatan, dll. Khusus makanan, alergen penting pada 1000 hari pertama kehidupan adalah susu sapi, telur, kacang-kacangan, makanan laut (udang, kepiting, dll), gandum, dan ikan. Biasanya anak-anak alergi maksimal 3 jenis makanan. Hati-hati, jangan salah menentukan alergen. Kasihan nanti anak malah kekurangan nutrisi.
Apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko alergi?
- Ibu hamil dan menyusui tidak boleh merokok atau hindari pajanan asap rokok
- Ibu hamil dan menyusui boleh makan apa aja, kecuali ibu alergi pada makanan tersebut
- Beri ASI eksklusif 6 bulan
- Jika ibu tidak bisa memberikan ASI karena sesuatu dan lain hal, beri bayi susu formula hidrolisat parsial 100% whey selama 4 – 6 bulan
- Tidak terlalu dini atau menunda-nunda mengenalkan makanan padat kepada anak
- Vaksinasi tetap diberikan
- Persalinan diusahakan normal (bukan sectio).
Apa yang harus dilakukan jika anak punya bakat alergi?
PENCEGAHAN. Anak yang alergi protein susu sapi, misalnya, setiap minum susu sapi, akan diare. Orangtua yang tidak mencegah anaknya minum susu sapi, bisa mengakibatkan anak terkena alergi lain saat dewasa seperti asma, rhinitis, dll. Makin anak besar makin banyak dan makin berat alerginya (marching allergy). So, sekali lagi, lakukan PENCEGAHAN. Tetap nekat? Buuum ... ANAFILAKSIS! Anafilaksis adalah reaksi alergi berat yang tiba-tiba dan dapat menimbulkan kematian. Naudzubillahi min dzalik.
Kesimpulannya, jangan sampai tumbuh kembang anak terhambat karena menderita alergi. Anak menjadi picky eater sehingga berat badannya terus turun. Normalnya berat badan anak umur 1 tahun = 3 kali berat badan lahirnya. Sekadar info, 1 dari 25 anak di Indonesia menderita alergi protein susu sapi. Bagi yang alergi protein susu sapi bisa diberikan susu formula hidrolisat parsial atau ekstensif. Rantai protein yang lebih pendek dan ukuran massa molekul yang lebih kecil membuat susu formula hidrolisat lebih mudah dicerna dan diserap oleh anak. Selain berpotensi kekurangan nutrisi, anak yang sering kumat alergi asma atau urtikaria (gatal-gatal), waktu tidurnya pasti juga sering terganggu. Jika semua dibiarkan, anak akan mengalami gagal tumbuh. Bawa bayi ke dokter sebulan sekali untuk periksa/kontrol. Anak atau remaja boleh enam bulan sekali. Untuk melihat rangkuman acara Nutritalk, sila simak video berikut.
Kek mana, Kawan CM? Tak bolehlah belum apa-apa parno, terus klen pecat pasangan klen yang ketahuan mengidap alergi. Lebih baik ajak pasangan duduk bersama untuk memikirkan masa depan, termasuk memikirkan pencegahan alergi kepada keturunan klen nanti. Iya, kan? Perli-perli yang baru? Belum tentu yang baru bisa mengerti awak lahir batin. Alamak, makin dalam pembahasannya. Cabut dululah, ya. Udah beselemak ini ngomong dari tadi. Semoga manfaat! [] Haya Aliya Zaki