Jalan-jalan ke museum bareng teman-teman blogger sudah beberapa kali saya lakoni. Namun, kali ini rasanya beda. Saya dan teman-teman blogger diajak tim Dari Perempuan dan Big Bird ke Museum di Tengah Kebun yang berlokasi di Kemang Timur Raya No. 66, Jakarta.
Museum di Tengah Kebun?
Saya mengernyit di depan pagar museum. Seumur-umur saya baru tahu ada yang namanya Museum di Tengah Kebun. Seorang gaet berpenampilan sedikit nyentrik, membuka pagar museum yang tinggi.
![]() |
Museum di Tengah Kebun tampak depan |
![]() |
Menyusuri Lorong Mesin Waktu |
![]() |
Mirza Djalil |
Gaet bernama Mirza Djalil ini mengajak kami menyusuri jalan sepanjang 60 meter. “Jalan panjang ini disebut Lorong Mesin Waktu,” katanya. Mirza keponakan pemilik museum, Pak Sjahrial Djalil (Djalil). Sehari-hari Mirza tinggal di museum untuk mengelola, sekaligus merawat museum.
Hm, Lorong Mesin Waktu, nama yang cocok, pikir saya. Semakin ke dalam, kami semakin merasa seperti bukan sedang berada di Jakarta, melainkan seperti berjalan dari kota modern menuju tempat yang asri dan teduh. Hijau di mana-mana.
Jangan tercengang, Teman-teman. Museum di Tengah Kebun benar-benar milik pribadi Pak Djalil. Semua biaya pembelian dan perawatan benda bersejarah berasal dari kocek Pak Djalil sendiri. Meski milik pribadi, macam-macam penghargaan sudah diraih, antara lain Museum Terbaik se-Jakarta Non-Pemerintah, Museum Tercantik, dan Museum Penataan Terbaik. Angkat topi untuk kepedulian Pak Djalil. Beliau gigih mengembalikan warisan milik negeri dan mengumpulkannya. Semua berawal dari hobi. Ya, hanya dari hobi. Berbagai lelang di Inggris dan Amerika beliau ikuti. Beberapa benda bersejarah tersebut memang sudah tercerai-berai hingga ke mancanegara. Selama 48 tahun, pria keturunan Minang ini keliling bumi 26 kali demi Museum di Tengah Kebun. Hingga kini ada sebanyak 2.481 barang bersejarah dari 63 negara dan 21 provinsi terkumpul. Setiap barang punya tim penilai sejarah dan tim penilai material.
Kalau dilihat-lihat, sebenarnya Museum di Tengah Kebun bentuknya, ya, seperti rumah. Sebelum tinggal di sini, Pak Djalil tinggal di Menteng bertahun-tahun. Beliau bercita-cita memiliki rumah berlahan luas. Tahun 1976 rumah didapat, tahun 1980 rumah dibangun, kemudian dijadikan Museum di Tengah Kebun. Luas tanah 4.200 m2, di mana luas kebun 3.500 m2 dan luas bangunan 700 m2.
Di halaman depan persis pintu masuk museum, saya melihat pohon dari zaman Triassic alias zaman 248 juta tahun lalu. Tahu film Jurassic Park yang bercerita tentang dinosaurus, kan? Nah, zaman Triassic ini lebih lama daripada zaman Jurassic. Kayu pohonnya, sih, sudah seperti membatu. Berbeda dengan museum lain, Museum di Tengah Kebun memakai material bekas. Bata merahnya berusia 400 tahun. Pintunya pun dari abad ke-18.
![]() |
Penghargaan untuk Museum di Tengah Kebun
|
![]() |
Kelapa kembar COCO-DE-MER (Afrika abad ke-20) |
![]() |
Bata merah (Batavia, awal abad ke-16)
|
![]() |
Pohon zaman Triassic |
Layaknya sebuah rumah, Museum di Tengah Kebun juga memiliki dapur dan kamar mandi. Dapurnya perpaduan gaya Eropa dan budaya Jawa. Sementara, di kamar mandi tetap dipajang benda-benda bersejarah. Finally, yang paling bikin saya berdecak kagum adalah ketika kami benar-benar menginjak kebun Museum di Tengah Kebun! Indahnyaaa! Kebun dirawat sangat baik oleh Mirza, dkk. Menurut Mirza, orang-orang yang melihat foto pengunjung yang berada di kebun sering diduga sedang berada di Bali, bukan di Jakarta. Wajar. Kalau sudah di dalam, rasanya memang seperti bukan di Jakarta, sih. Ada kolam renangnya pula.
![]() |
Dapur
|
![]() |
Table manner |
![]() |
Kamar mandi |
Di kebun, benda-benda bersejarah juga ada. Salah satunya arca Ganesha, arca terbesar yang ditemukan di dalam tanah. Beratnya 3,5 ton. Wah, wah, kebayang berapa duit harganya ini, ya? So, Teman-teman jangan kaget kalau pernah melihat ada arca yang tangannya buntung atau kepalanya kepenggal. Penyebabnya, antara lain karena dicuri orang! Ck ck ck cuma tangan dan kepala saja, misalnya, harganya sudah supermahal, lho. Menurut saya, beruntung negeri kita punya orang seperti Pak Djalil. Seperti yang sudah saya sebutkan di atas, pria yang sekarang berusia 74 tahun ini punya misi mulia menyelamatkan warisan nenek moyang kita yang kaya. Jangan sampai jatuh ke tangan orang-orang serakah dan tidak bertanggung jawab. Juga, salut kepada Mirza yang mau mengabdikan dirinya untuk mengelola dan merawat museum. Demi misi mulia, beliau mengubur cita-cita menjadi seorang fashion designer.
![]() |
Replika prasasti Kerajaan Samudera Pasai |
![]() |
Arca Dewi Sri (Jawa Tengah, abad ke-10) |
![]() |
Arca Ganesha |
Sekarang Museum di Tengah Kebun ditutup untuk umum karena sedang dalam tahap renovasi. Kalau renovasi selesai, silakan ajak keluarga atau teman minimal 7 orang dan maksimal 15 orang. Buat perjanjian terlebih dahulu. Pastikan Teman-teman datang sesuai waktu perjanjian. Museum dibuka setiap Rabu, Kamis, Sabtu, Minggu pukul 09.00 – 15.30 wib. GRATIS! Jangan khawatir dibilang kolot karena main ke museum. Kalau bukan kita yang muda-muda ini, siapa lagi yang akan menghargai benda-benda peninggalan bersejarah? Sayang, anak SD belum diperbolehkan masuk. Pemilik museum berharap pengunjung yang datang benar-benar ingin belajar sejarah dan mengerti apa yang disampaikan oleh gaet, bukan sekadar rekreasi.
![]() |
Saya dan teman-teman blogger
|
![]() |
Selfie sambil bobok di Big Bird hahaha! |
Seandainya ada kesempatan lagi, saya ingin kembali ke Museum di Tengah Kebun, melongok koleksi benda bersejarah sekaligus melihat-lihat kebun nan cantik. Teman-teman yang kebetulan main ke Jakarta, jangan lupa mengunjungi museum ini, ya! [] Haya Aliya Zaki